Labuan Bajo - Untuk menghadapi fenomena cuaca esktrem, BMKG telah memutakhirkan sistem peringatan dini di berbagai daerah.
"BMKG menyediakan Early Warning System terkait bahaya hidrometeorologi. Pertama, Meteorological Early Warning System yang mampu mendeteksi sistem prakiraan cuaca, Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) atau pusat peringatan dini terhadap badai tropis. Kemudian juga telah dikembangkan sistem peringatan dini perubahan iklim yang mampu memberikan Peringatan Dini Iklim Ekstrem, termasuk Peringatan Dini Kekeringan dan Karhutla," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam seminar bertema “Water Resource Management in Responding of La-Nina Phenomenon” di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, baru-baru ini, seperti disebutkan dalam siaran pers BMKG , Kamis (16/12).
Dwikorita menyampaikan ahwa menurut data BMKG, fenomena anomali iklim La Nina - El Nino memiliki pola kejadian yang berulang. Dampak dari perubahan iklim membuat periode ulang fenomena anomali tersebut makin pendek dan makin sering kejadiannya. Sebelum tahun 1980, periode ulang La Nina - El Nino 5 - 7 tahun, namun sejak 1980 periode ulang menjadi 2 - 3 tahun.
La Nina di akhir tahun 2021 hingga Maret/April 2022 dapat berdampak pada peningkatan kejadian ekstreem, dan diprediksi.curah hujan bulanan dapat meningkat sebesar 20% hingga 70% di atas normalnya. Hal tersebut selanjutnya dapat memicu peningkatan debit air permukaan dalam satu waktu di satu daerah.
Ia juga menjelaskan BMKG bersinergi dengan kementerian dan lembaga lain untuk memperkuat sistem deteksi dini, di antaranya dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Atas sinergi tersebut, BMKG mengaplikasikan Sistem Informasi Hidrometeorologi, Hidrologi dan Hidrogeologi (SIH3), sehingga data curah hujan dari BMKG secara otomatis dapat diakses oleh Kementerian PUPR dan Badan Geologi, untuk diolah lanjut oleh kedua Kementerian dan Lembaga tersebut untuk menyiapkan peringatan dini banjir, banjir lahar, longsor atau banjir bandang," jelas Dwikorita.
Dijelaskannya, SIH3 sendiri adalah Portal Informasi Manajemen Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi di Indonesia, di mana pengelolaan hidrologi dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU), hidrometeorologi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan hidrogeologi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Pekerjaan rumah kami (BMKG-red) adalah terus mengupdate kualitas sajian data dan informasi yang disajikan kepada publik, yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan,” pungkasnya.