Labuan Bajo - Benchmarking diharapkan menjadi awal mula pengembangan desa wisata khususnya agro wisata kopi, sehingga nantinya kita dapat mengembangkan produk olahan kopi dan dapat membuat atraksi dari agro wisatanya.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Flores, Shana Fatina ketika memberikan sambutannya dalam acara Benchmarking Peningkatan Kapasitas SDM di Bidang Agro Wisata Kopi dan Desa Wisata di Coffee Plantation MesaStila Resort, Magelang, sebagaimana rilis BOPLBF, Kamis (25/3).
"BOPLBF saat ini tengah menyiapkan langkah awal dalam pengembangan desa wisata pada segmentasi agrowisata kopi dengan mendorong peningkatan sumber daya manusia melalui program benchmarking," ungkap Shana.
Dijelaskannya, agenda kegiatan ini dijadwalakan akan mengunjungi empat kota yaitu Magelang, Yogyakarta, Banyuwangi, dan Jember hingga 27 Maret 2021.
Asosiasi Petani Kopi Jahe Manggarai (APEKAM) dan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Arabika Flores Manggarai turut dibawa serta dalam perjalanan ini. Selain itu, juga ada perwakilan dari instansi pemerintah, yakni Dinas Priwisata Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur.
Agenda pertama di Kota Magelang, para peserta melakukan kunjungan utamanya ke MesaStila Resort yang berada didalam Kawasan kebun kopi seluas 22 hektar.
Kebun kopi MesaStila telah ada sejak tahun 1920-an. Saat itu kebun kopi MesaStila dikenal sebagai kebun kopi Karangrejo. Pemilik awal kebun kopi Karangrejo bernama Gustav van Der Swaan. Ia adalah orang Indonesia keturunan Belanda.
Ayahnya berasal dari Aceh dan Ibunya noni Belanda. Waktu kebun kopi Karangrejo dimilki oleh Van Der Swan, luasnya hanya sekitar 5 hektar. Dan merupakan kebun kopi Robusta.
Kebun kopi Karangrejo kemudian dibeli oleh Bapak Slamet Cokroprawiro kurang lebih pada tahun 1965. Setelah dikelola beberapa tahun oleh Pak Cokro, kemudian kebun kopi dijual dan dibeli oleh seorang wanita berkebangsaan Italia yang bernama Gabriella Teggia pada tahun 1990.
Setahun setelah dibeli, Ibu Gabriella memulai proyek untuk membuat Resort di dalam kebun kopi Karangrejo. Terlebih dahulu memperluas area dengan membeli beberapa bidang tanah yang berbatasan dengan kebun kopinya dari masyarakat sekitar.
Sampai luas totalnya menjadi 22 hektar. Kemudian membeli rumah rumah joglo dari beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti dari daerah Kudus, Demak, Jepara, Semarang, Solo dan sekitarnya.
Pembangunan Resort selesai pada tahun 2003. Dan di tahun yang sama Resort mulai Soft Opening yang kemudian di lanjutkan dengan Grand Opening pada tanggal 14 Desember 2004 dengan nama Losari Coffee Plantation Resort and Spa.
Dari total 22 hektar, 11 hektar merupakan kebun kopi dan 11 hektar sisanya dipergunakan untuk fasilitas Resort.
Kebun kopi MesaStila seluas 11 hektar memiliki 4 macam jenis kopi yaitu, Kopi Robusta, Kopi Arabika, Kopi Liberica / Exelsa, dan Kopi Jawa.
Kebun ini melakukan panen kopi satu kali saja dalam kurun waktu satu tahun. Yaitu di bulan Juli sampai September. Butuh waktu kurang lebih 3 bulan untuk memanen semua biji kopi, karena biji kopi matang tidak bersamaan. Dan memanen kopi idealnya kopi yang sudah matang / berwarna merah.
Pohon kopi kalau dibiarkan hidup secara liar, ketinggiannya bisa mencapai kurang lebih 4-5 meter. Dan biasanya kuantitas biji akan rendah, karena protein dari tanah lebih untuk pertumbuhan batang pohon.
Sedangkan di kebun kopi MesaStila, 90% persen rata-rata tinggi pohon maksimal 2 meter. Agar kuantitas hasil panenan lebih banyak. Dan karena ketinggian MesaStila di 687 MDPL, sehingga hampir 90% kopinya adalah Robusta.
Hasil panen kopi dari tahun ke tahun tidak sama. Karena hasil panen kopi tergantung dari cuaca. Untuk di MesaStila, panen kopi yang paling bagus di tahun 2007 yaitu menghasilkan 25 ton kopi basah, setelah itu rata – rata hasil panen per tahun kurang lebih 20 ton kopi basah. Sedangkan perbandingan hasil biji kopi dari basah menjadi kering 4:1 atau 4 ton kopi basah menjadi 1 ton kopi kering.
General Manager MesaStila Resort, Sugeng Sugiantoro, dalam paparannya menekankan pentingnya konsistensi dalam mengembangkan agro wisata.
“Penting untuk kita terus konsisten dalam mengembangkan agro wisata kopi. Dulu dalam mengembangkan Agro Wisata Kopi di MesaStila Resort butuh proses panjang, hingga akhirnya seperti sekarang ini. Dibutuhkan konsistensi hingga mencapai titik sekarang,” ungkap Sugeng.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata di Jawa Tengah, Tatang Sariawan memaparkan tentang konsep pengembangan desa wisata berbasis masyarakat yang dilakukan di Jawa Tengah.
"Berdasarkan Peraturan Daerah Pemerintah Jawa Tengah No. 2 Tahun 2019, Desa Wisata diterjemahkan sebagai suatu bentuk integrasi antara potensi daya tarik wisata alam, budaya dan hasil buatan manusia dalam kawasan tertentu dengan didukung oleh atraksi ,akomodasi dan fasilitas lainnya sesuai kearifan lokal masyarakat," ungkap Tatang
Ada lima aspek utama yang harus diperhatikan dalam mengembangkan desa wisata yaitu, pertama adalah Konservasi, yang mana pengembangan desa wisata harus mampu memelihara, melindungi dan berkontribusi untuk memperbaikai sumber daya alam dan budaya.
Kedua adalah Edukasi, yakni konsep pengembangan yang mengandung unsur pendidikan untuk mengubah sikap atau perilaku seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan.
Ketiga adalah Partisipasi Masyarakat yaitu membangun desa wisata harus didasarkan atas hasil musyawarah dengan masyarakat setempat dan menghormati nilai – nilai sosial budaya dan agama yang dianut serta masyarakat setempatlah yang menjadi pelaku utamanya.
Keempat yaitu Aspek Ekonomi. Mengembangkan desa wisata harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi yang berimbang antara kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak.
Serta yang kelima adalah Aspek Wisata dimana desa wisata yang dikembangkan harus dapat memberikan kepuasan pengalaman kepada pengunjung untuk memastikan usaha desa wisata dapat berkelanjutan.
Sebelum memulai acara diskusi di Coffee Plantation MesaStila Resort, agenda kegiatan benchmarking ini terlebih dahulu mengunjungi salah satu desa wisata yakni Dusun Semilir Eco Park di Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Lokasinya tidak cukup jauh dari MesaStila Resort yang berlokasi di Magelang, hanya sekisar 30 menit perjalanan menggunakan mobil atau motor. Daya tarik utama objek wisata ini adalah terdapat 7 bangunan yang bentuknya unik menyerupai stupa candi Borobudur serta beberapa wahana lainnya.
Melalui kunjungan ke Kota Magelang ini, Direktur Utama BOPLBF sangat berharap para peserta dapat menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan dapat diterapkan ketika pulang nanti.
“Disini kita sama-sama belajar, semoga materi dan diskusi yang telah dipaparkan bisa menjadi ilmu untuk kita semua sehingga setelah kita pulang nanti, kita bisa bergerak bersama dan juga berbagi peran dalam mengembangkan agro wisata kopi di Labuan bajo Flores. Dengan benchmarking ini, harapannya para peserta dapat mebawa pulang banyak ilmu yang nantinya dapat diterapkan,” ujar Shana Fatina.