Banjar - Pemerintah Kota Banjar meminta kepada pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy agar ikut memperhatikan dampak kemungkinan potensi bencana daerah yang terjadi dari adanya pembangunan Bendungan Leuwikeris di Kabupaten Ciamis.
Hal ini diungkapkan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjar serta jajaran Forkopimda saat Koordinasi Rapat Tindak Darurat (RTD) Bendungan Leuwikeris bersama BBWS Citanduy di Ruang Rapat Gunung Sangkur Setda Kota Banjar, Kamis (18/3).
“Antisipasi dampak bencananya seperti apa? Jika nanti memang berpotensi menimbulkan bencana alam karena masyarakat Banjar juga akan menerima imbasnya,” kata Wali Kota Banjar Ade Uu Sukaesih saat rapat koordinasi.
Selain dampak bencana, Ade juga menanyakan kepada pihak BBWS tentang tingkat keamanan konstruksi pembangunan Leuwikeris. Saat ini pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian.
“Kami juga minta kejelasan kalau pelaksanaan pembangunan Bendungan Leuwikeris itu betul-betul aman dari potensi bencana alam, konstruksinya seperti apa,” ujarnya.
Selain dampak bencana tersebut, Wakil Wali Kota Banjar Nana Suryana serta jajaran Forkopimda meminta agar ada dampak positif yang diterima oleh masyarakat Kota Banjar, misalnya pemanfaatan air baku dan pemanfaatan air bendungan untuk mengairi areal persawahan yang ada di Banjar.
“Kami meminta ada dampak positif yang diterima dari pembangunan itu menyuplai kebutuhan air untuk area persawahan untuk petani yang ada di Banjar. Apalagi saluran pendukungnya sudah ada,” katanya.
Sementara itu, Kepala BBWS Citanduy, Bambang Hidayah mengatakan bahwa Rapat Tindak Darurat (RTD) tersebut bentuk antisipasi kesiapsiagaan apabila ke depan setelah pembangunan Bendungan Leuwikeris mulai beroperasi terjadi kendala seperti kebocoran dalam konstruksi bangunan. Rapat tindak darurat tersebut merupakan bagian dari prosedur dalam tahap pelaksanaan pembangunan. Targetnya pada tahun 2023 mendatang Bendungan Leuwikeris tersebut sudah selesai dan akan mulai beroperasi.
“Target kami pada tahun 2023 sudah selesai dan mulai dilakukan pengisian air. Makanya kami adakan koordinasi sebagai antisipasi dini agar tidak terjadi kasus seperti di Situ Gintung,” kata Bambang.
Bambang pun menegaskan bahwa pelaksanaan pembangunan Bendungan Leuwikeris yang sedang berjalan saat ini sudah berdasarkan kajian rencana yang matang serta berdasarkan pertimbangan dari segala kemungkinan yang akan terjadi. Baik perhitungan keamanan konstruksi dari bencana longsor, gempa bumi maupun bencana alam lainnya.
“Untuk konstruksi tentu sudah berdasarkan perencanaan yang matang. Jika tidak demikian tentunya kami juga tidak akan diberikan izin pembangunan itu,” tegas Bambang.
Terkait dampak positif yang diminta oleh pihak Pemkot Banjar, lebih lanjut Bambang menjelaskan bahwa pemanfaatan Bendungan Leuwikeris nantinya akan digunakan untuk suplai irigasi pertanian daerah Lakbok Utara seluas 6.600 hektare dan Manganti seluas 4600 hektare.
Kemudian pemenuhan air baku dengan potensi air baku sebesar 0,845 M2/detik atau kebutuhan 845 ribu jiwa dengan hitungan per detik 1000 jiwa. Termasuk menyuplai kebutuhan air untuk warga Banjar, Ciamis dan Tasik dan untuk pembangkit tenaga listrik dengan daya 2x10MW.
“Untuk suplai air di Banjar kami tahun ini juga adakan peningkatan perbaikan fasilitas air baku di Desa Balokang. Ini sudah bisa difungsikan untuk mensuplai instalasi air ke rumah warga,” terang Bambang.
Adapun untuk membantu suplai air irigasi area persawahan yang ada di wilayah Purwaharja, imbuh Bambang, menurutnya upaya itu belum bisa dilakukan dari pemanfaatan Bendungan Leuwikeris. Karena posisi wilayah Purwaharja berada di area sebelah kiri Sungai Citanduy. Selain itu, posisinya juga berada di atas permukaan air.
“Untuk Purwaharja posisinya lebih tinggi dan tentunya pasokan air tidak bisa masuk. Rencana ke depan kami usahakan itu karena saat ini kami juga sedang merencanakan pembangunan Bendungan Matenggeng,” ujarnya.