Kubu Raya - Bupati Muda Mahendrawan mengapresiasi sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Anwar Makarim pada Upacara Peringatan Hari Guru Nasional dan HUT ke-74 PGRI di Kabupaten Kubu Raya, Senin (25/11).
Menurut Muda, sambutan yang tengah viral itu memang sangat menukik pada akar persoalan pendidikan di Indonesia selama ini. Mulai dari banyaknya regulasi, beban tugas administratif guru, orientasi dan metode pendidikan, standar pendidikan, kebutuhan murid, hingga keterbatasan inovasi dalam pendidikan. Adapun Menteri Nadiem menginginkan sistem yang lebih membantu para guru mengembangkan potensi diri setiap siswa, tanpa harus dibebani aneka beban yang tidak relevan.
"Ini sebetulnya adalah metode pendekatan yang dilakukan juga oleh negara-negara maju yang indeks kebahagiaannya tinggi, seperti Finlandia, Swedia, Australia, dan lain-lain," ujar Bupati Muda di halaman Kantor Bupati Kubu Raya.
Muda menyebut perubahan bukan hal mudah, terlebih menyangkut sistem pendidikan di Indonesia yang sudah berjalan sekian lama.
Namun, gagasan yang disampaikan Menteri Nadiem, menurutnya, adalah keniscayaan. Mengingat tuntutan zaman yang kian tinggi. Sehingga dibutuhkan respons yang cepat pula.
"Saya mengapresiasi isi pidato Mendikbud secara prinsip. Karena mengajak kita untuk menyesuaikan diri dengan era. Saat ini sudah era cepat, era digital, era 5.0. Jadi kita memang tidak bisa terlalu lama kepada hal-hal yang terlalu lambat. Tapi bagaimana cepat dalam merespons dunia luar dan dunia kerja," tuturnya.
Terlebih, lanjut Muda, Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030 mendatang.
"Bonus yang kalau tidak disiapkan dengan baik malah menjadi ancaman untuk beberapa tahun mendatang. Jadi titik berangkat gagasan ini sekarang memang sudah pas. Bukan berarti mengubah, melainkan melakukan suatu penyesuaian dengan zamannya," terangnya.
Menindaklanjuti sambutan Mendikbud Nadiem, Muda mengajak seluruh guru mulai melaksanakan ide-ide segar tersebut.
Karena, menurut dia, para guru memikul tanggung jawab bagi generasi dalam menghadapi Indonesia Emas pada 2045 dan bonus demografi pada 2030 mendatang.
"Mulai besok kita awali pelan-pelan dari perubahan kecil yang ada di kelas. Bagaimana guru mengajar dan mendidik dengan pola yang berbeda. Misalnya lebih banyak berdiskusi. Mungkin posisi kursi juga akan berubah. Tidak harus menghadap ke depan. Sehingga murid tidak hanya mendengar dan menghafal demi nilai," ajaknya.
Menurut Muda, sambutan Menteri Nadiem menunjukkan arah kebijakan yang ingin mengejar solusi dari suatu problem, yakni tentang ketertinggalan kualitas pendidikan, anak didik, dan generasi.
Mengejar kualitas tersebut, ujarnya, dibutuhkan pendidikan yang mampu menciptakan siswa yang dapat berkarya dan berkolaborasi. Alih-alih sekadar menghafal.
"Nah, kualitas itulah bagaimana menciptakan mereka mampu berkolaborasi, anak didik mampu jadi pemimpin dan karakternya yang diutamakan. Makanya guru sekarang harus lebih inisiatif. Fieldtrip mengajak ke kebun, tanam padi, dan hal-hal yang bersifat praktis saja supaya bisa terbangun relasi sosial dengan lingkungannya. Praktik menjadi kata kuncinya. Praktik kemudian latihan," terangnya.
Muda menjelaskan, selain pendidikan kepemimpinan melalui kesempatan siswa belajar mengajar di kelas, juga penting melihat potensi, minat, dan kebutuhan siswa sehingga bisa dilakukan penguatan keterampilan dan langsung berhubungan dengan lapangan kerja.
"Setiap anak kan beda-beda bakat dan minatnya. Nah, di sini maksud dari ‘difokuskan’. Supaya anak ini benar-benar bisa digiring fokus untuk kemampuannya. Agar murid itu jangan banyak maunya tapi sedikit tahunya. Ke depan anak digiring untuk sesuai dengan kemampuan terbaiknya dan pada akhirnya dia akan ahli di bidangnya," sebutnya.
Sementara itu, Ketua PGRI Kabupaten Kubu Raya Frans Randus menyebutkan sejumlah poin penting dari amanat Mendikbud Nadiem Anwar Makarim.
Intinya, kata dia, harus terjadi perubahan dan itu dimulai dari bawah, yakni dari guru. Namun ia mengungkapkan, saat ini salah satu kendala utama adalah keterbatasan jumlah guru. Dan itu terjadi secara nasional.
"Sekarang mungkin 80 persen ruang kelas diisi oleh guru-guru non-PNS atau honor. Di Kubu Raya, SD-SMP itu mendekati angka tiga ribuan jumlah guru honornya," ungkap Frans.
Namun, lanjutnya, tahun ini Bupati Kubu Raya telah mengambil kebijakan melalui APBD Perubahan untuk memberikan insentif.
"Hal itu sesuai dengan amanat pemerintah pusat untuk memberikan apresiasi kepada guru Indonesia," tambahnya.
Frans mengungkapkan, sambutan Menteri Nadiem mengkonfirmasi fakta bahwa guru kerap dibebani dengan berbagai tugas administratif. Padahal Presiden Joko Widodo berulang kali menyampaikan agar guru hanya fokus pada proses belajar-mengajar.
"Jangan dibikin ribet. Nah, yang bikin ribet ini adalah para pemangku kepentingan di level kementerian. Yang masih banyak membuat kebijakan yang justru membuat para guru dan insan pendidik itu menjadi lebih banyak mengurusi masalah-masalah yang remeh temeh, yang tidak ada hubungan dengan proses belajar mengajar di kelas," keluhnya.
Frans lantas mencontohkan guru yang akan menjalani sertifikasi harus melakukan serangkaian proses yang berakibat meninggalkan tugas mengajar dalam jangka waktu lama. Padahal tenaga guru masih kurang. Sedangkan pengganti sementara dari guru tersebut didatangkan dari luar daerah, dengan kompensasi gaji yang kecil. Yang terjadi sang guru pengganti tak pernah muncul.
"Anggaran akhirnya jadi mengendap, kan rugi juga uang negara akhirnya. Karena orangnya tidak datang," tandasnya.