Indramayu - Wacana Pemerintah Pusat melalui Menteri dalam Negeri (Mendagri) mengusulkan penerapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Asimetris, ternyata banyak menuai pernyataan banyak kalangan baik dampak positif dan negatif.
Hal itu didiskusikan dalam Web Seminar (Webinar) Demokrasi yang diselanggarakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Wiralodra (Unwir) Indramayu yang bertemakan “Pilkada Asimetris Dalam Persepektif Demokrasi”, Rabu (29/7).
Webinar ini menghadirkan narasumber Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi, Dosen FISIP Unwir Indramayu Iman Soleh, Direktur Perludem Titi Anggraini, dan Direktur Riset IPRC Leo Agustino, serta diikuti segenap mahasiswa FISIP Unwir.
Rektor Unwir Indramayu Ujang Suratno, dalam sambutannya mengatakan, bukan hal yang baru jika Pilkada asimetris diberlakukan karena sejumlah wilayah yang dianggap khsusus atau istimewa sejatinya sudah menerapkan sistem tersebut.
“Hakikatnya formula sudah ada di daerah-daerah seperti DI Yogyakarta, Aceh, DKI Jakarta dan Papua Barat. Sehingga rencana Pilkada asimetris ini akan diterapkan di daerah yang sebelumnya menggelar pilkada langsung dengan cara mencoblos perlu ada kajian yang dalam dan tepat,” katanya.
Diskusi webinar semakin menarik ketika Direktur Riset IPRC Leo Agustino mengatakan bahwa ada alasan-alasan tertentu munculnya wacana Pilkada asimetris, yaitu karena adanya evaluasi buruk ketika diterapkanya sistem pemilihan kepala daerah secara langsung.
“Jadi memang pemamgku kepentingan ini menilai pilkada berlangsung banyak perjalanan buruknya, sampai kepala daerah tertimpa kasus korupsi yang dimana pilkada langsung dianggap belum efektif semisal banyaknya praktik politik uang, konflik pendukung/masyarakat serta tingginya pelanggaran dalam pilkada, sampai menghasilkan kepala daerah yang tidak teguh dalam hukum,” kata Leo.
Hal senada dikatakan Direktur Perludem Titi Anggraini. Dirinya menilai, jika memang Pilkada asimetris ini diberlakukan menjadi penawar bagi suatu daerah yang memang memiliki rekam jejak yang buruk atas ketidakmampuan masyarakat dalam menghasilkan tatanan pemerintahan daerah yang baik dalam proses pembangunan.
Sementara itu, narasumber Iman Soleh yang juga Dekan Fisip Unwir Indramayu justru berpendapat, perlu adanya sosialisasi mendalam jika memang Pilkada asimetris ini diterapkan, mengingat pemilu langsung merupakan perjuangan panjang pasca reformasi dapat terwujud.
“Aspek pendekatan perlu untuk menjawab bahwa Pilkada asimetris ini penawar dalam tatanan demokrasi yang nyata dan perlu memperhatikan aspek sosial dan budaya masyarakat untuk menyakinkan bahwa Pilkada asimetris ini tetap demokrasi,” ujarnya.