Takengon - Kementerian Pertanian melalui Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Banda Aceh memfasilitasi ekspor komoditi kopi arabika Gayo yang sempat terkendala akibat pandemi COVID-19, agar kembali mampu menggerakkan perekonomian petani di Kabupaten Aceh Tengah.
Melalui program GRATIEKS (Gerakan Tiga Kali Ekspor), Stasiun Karantina Pertanian Banda Aceh memfasilitasi pemberangkatan 57,6 ton green bean kopi arabika Gayo dari Takengon, Aceh Tengah. Kopi milik Koperasi Baitul Qiradh (KBQ) Baburrayyan dengan nilai sekitar Rp4,2 miliar itu akan diekspor ke Amerika Serikat.
Kepala Stasiun Karantina Pertanian Banda Aceh Ibrahim, dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/7), mengatakan bahwa fasilitasi ekspor ini merupakan komitmen Kementerian Pertanian untuk membantu pemasaran produk pertanian unggulan daerah yang selama ini terkendala akibat pandemi COVID-19.
“Kementerian Pertanian melalui program GRATIEKS berkomitmen untuk membantu daerah-daerah penghasil komoditi untuk bisa kembali melakukan ekspor andalan mereka yang selama ini terkendala oleh pandemi COVID-19. Kami siap mendukung program akselerasi ekspor dari Aceh, termasuk kopi Gayo. Dengan fasilitasi ini, kami berharap ekspor kopi Gayo akan kembali lancar dan meningkat,” ungkap Ibrahim.
Sementara itu Ketua KBQ Baburrayyan Rizwan Husin menyambut antusias fasilitasi dari Kementerian Pertanian tersebut. Dia merasa bersyukur, ekspor kopi Gayo kembali menggeliat dan perekonomian masyarakat akan segera pulih.
“Selama ini Amerika Serikat merupakan salah satu pasar potensial ekspor kopi kami, tapi kemudian ekspor kesana dan ke negara-negara lainnya terhambat akibat merebaknya pandemi COVID-19. Alhamdulillah dengan adanya fasilitasi Kementerian Pertanian ini, kami bisa kembali mengekspor kopi ke Amerika. Ini merupakan ekspor perdana kami selama masa pandemi COVID-19," ujarnya.
Rizwan juga mengungkapkan bahwa pihaknya dan para eksportir kopi lainnya, selama ini merasa kewalahan menampung hasil kopi dari petani, karena stok yang ada di gudang belum bisa diekspor.
“Kami seperti makan buah simalakama, kopi petani tidak kami tampung, kasihan petani, tapi kalau kami terus beli, daya beli kami makin berkurang karena modal kami terkuras, sementara stok yang ada dengan jumlah yang sangat besar, tidak bisa kami ekspor, makanya kami sangat berterima kasih kepada Kementerian Pertanian yang telah berkenan membantu kami” ungkap Rizwan.
Seperti diketahui, Dataran Tinggi Gayo merupakan daerah penghasil kopi arabika terbesar dengan produksi per tahun tidak kurang dari 68 ribu ton green bean. Dari total produksi tersebut, hampir 80 persennya dipasarkan ke luar negeri melalui ekspor. Belakangan kopi Gayo termasuk dalam jajaran kopi termahal di dunia karena rasa dan aromanya yang spesifik dan budi dayanya tetap mepertahankan sistem organik.