Batang – Komisi A DPRD Jawa Tengah membuka kesempatan audiensi sejumlah perwakilan Ikatan Non ASN Kabupaten Batang (INASBA), agar ada kejelasan kesejahteraan dengan menjadi bagian dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Audiensi bersama Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah Mohammad Saleh, diikuti 75 perwakilan tenaga non ASN Kabupaten Batang, baik dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hingga kelurahan atau desa.
Saleh menyampaikan, kebutuhan PPPK tidak hanya dari unsur pendidikan dan kesehatan saja, namun juga dari lingkup instansi pemerintah daerah.
“PPPK ini tidak hanya diisi para tenaga pendidik dan kesehatan, tetapi para tenaga teknis. Nyatanya banyak teman-teman non ASN yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga teknologi informasi di seluruh OPD,” katanya, usai menjadi narasumber utama dalam audiensi bersama perwakilan INASBA, di Kafe Pura-Pura Ngopi, Rowobelang, Kabupaten Batang, Sabtu (19/11) malam.
Ia menegaskan, teknologi informasi merupakan sektor potensial, maka kejelasan nasib dan kesejahteraan dengan diangkat sebagai PPPK patut diutamakan. Dari hasil diskusi, ternyata banyak ditemukan kendala teknis. Salah satunya proses pendataan tenaga non ASN, yang masih menyisakan masalah.
“Ada yang datanya hilang karena sistem, ada juga mereka yang tidak terdata karena Surat Keputusan (SK) tidak masuk sebagai tenaga kontrak dan lainnya,” jelasnya.
Ia memastikan, sebagai langkah nyata, akan berkoordinasi dengan rekan-rekan anggota Komisi II DPR RI.
“Kami upayakan agar INASBA ini bisa menyampaikan aspirasinya langsung atau diberi akses berdialog saat teman-teman DPR RI melaksanakan kunjungan kerja ke daerah,” ungkapnya.
Di sisi lain, kesejahteraan para tenaga non ASN juga masih menjadi permasalahan utama.
“Untuk menyikapi penyetaraan gaji, kami akan mengirim surat. Bisa berbentuk surat dari gubernur kepada bupati/walikota untuk membuat kebijakan agar ada penyetaraan gaji dengan standar minimum yang mendekati Upah Minimum Kabupaten (UMK),” tegasnya.
Sedangkan, Ketua INASBA Sukoningsih mengatakan, para tenaga non ASN tetap mengharapkan agar dapat dimasukkan sebagai PPPK.
“Rata-rata sudah mengabdi belasan tahun, yakni 17 tahun bahkan lebih dan yang termuda dua tahun,” terangnya.
Ia mengharapkan, PPPK diutamakan bagi tenaga non ASN yang telah lama mengabdi, bukan kepada mereka yang belum pernah mengabdi atau pelamar baru.
Dalam sistem penggajian pun, para tenaga non ASN, diharapkan dapat disamakan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Jumlah kami ada 5 ribu orang dan tersebar di seluruh OPD bahkan kelurahan,” tandasnya.