Jakarta – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus meningkatkan aksi stabilisasi ketersediaan dan harga beras melalui operasi pasar atau program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) yang dilakukan Perum Bulog di sejumlah lokasi. Bersamaan dengan itu, upaya penyerapan dan pengadaan beras untuk meningkatkan cadangan beras pemerintah juga terus didorong.
Hal tersebut disampaikan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, dalam keterangannya, Senin (14/11), di Jakarta.
Menurutnya, sampai dengan 13 November ini Bulog telah menyalurkan KPSH beras medium sebanyak 891 ribu ton, dengan realisasi terbesar di wilayah Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
Menurutnya, aksi KPSH tersebut dilakukan di 34 provinsi, dengan jumlah realisasi tertinggi di Jawa Timur sebanyak 156 ton, disusul Sulawesi Selatan dan Barat 118 ribu ton, Jawa Tengah 107 ribu ton, Jawa Barat 97 ribu ton, dan DKI Jakarta dan Banten 55 ribu ton. Sedangkan untuk realisasi di provinsi lain jumlahnya bervariasi dari rentang 3 ribu ton sampai dengan 42 ribu ton.
“Upaya stabilisasi ketersediaan dan harga beras ini merupakan bagian dari intervensi dan kehadiran pemerintah untuk mengendalikan harga beras di tingkat konsumen yang terindikasi mengalami kenaikan di atas harga eceran tertinggi (HET) belakangan ini. Kondisi ini tidak terlepas dari naiknya biaya produksi seperti pupuk, serta biaya angkut,” ujar Arief.
Ia melanjutkan, harga beras medium yang disalurkan Bulog dalam program KPSH berada di bawah HET, seperti yang dilakukan di DKI Jakarta saat ini melalui penyaluran beras medium seharga Rp 8.900/kg ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Langkah stabilisasi harga beras ini sejalan dengan extra effort pengendalian inflasi pangan di mana beras merupakan salah satu komoditas strategis yang fluktuasi harganya harus terus dipantau karena berpengaruh pada angka inflasi.
Dalam rangka keberlanjutan, Arief menjelaskan, langkah KPSH tidak bisa dilakukan secara parsial. Menurutnya, aksi ini perlu dibarengi dengan peningkatan penyerapan dan pengadaan cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Bulog. Saat ini, Bulog memiliki stock on hand sebesar 651 ribu ton.
“Kita terus mendorong peningkatan stok beras Bulog sampai dengan 1,2 juta ton di akhir tahun ini. Hal ini penting untuk menjaga ketahanan pangan kita serta memastikan pemerintah memiliki cadangan yang cukup untuk melakukan intervensi pasar, sehingga harga beras dapat terkendali sepanjang tahun,” ujarnya.
Untuk memenuhi target peningkatan stok 1,2 juta tersebut, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah, diantaranya mengoptimalkan penyerapan dan pengadaan beras dalam negeri. Ia mengaku, Bulog telah menjalin kesepakatan dengan provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur tentang Pengadaan Beras yang ditandatangani Pimpinan Wilayah Bulog bersama perwakilan berbagai instansi terkait seperti perwakilan Kementerian Pertanian, kepala Dinas Urusan Pangan setempat, unsur TNI, dan Satgas Pangan.
Melalui kesepakatan tersebut akan dilakukan pengadaan beras sebanyak 247 ribu ton, dengan rincian 58 ribu ton dari wilayah Jawa Barat, 147 ribu ton dari Jawa Tengah, 12 ribu ton dari DI Yogyakarta, dan 30 ribu ton dari Jawa Timur.
“NFA sendiri menargetkan pengadaan gabah/beras dalam negeri untuk cadangan beras pemerintah dapat mencapai 850 ribu ton, jumlah tersebut berasal dari 16 provinsi penghasi beras di Indonesia,” ujarnya.
Untuk mencapai target tersebut, Arief mengatakan, diperlukan kolaborasi dan sinergi dengan berbagai stakeholder pangan, seperti kementerian/lembaga, pemerintah daerah, BUMN, pelaku usaha penggilingan, serta koperasi dan kelompok tani. Hal tersebut sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mengatakan, bahwa agar seluruh stakeholder pangan berkolaborasi untuk meningkatkan dan mengoptimalkan produksi pangan dalam negeri.
Sementara itu, terkait ketersediaan, Arief memastikan, stok beras untuk memenuhi permintaan akhir tahun dalam posisi aman. Mengingat, berdasarkan data yang dihimpun NFA, saat ini stok beras secara nasional berada di angka 6,7 juta ton.
Menurutnya, stok beras nasional 6,7 juta ton tersebut tidak sepenuhnya berada di gudang pemerintah, tapi tersebar di berbagai lini, seperti lini rumah tangga yang diperkitakan menyimpan stok sekitar 3,3 juta ton atau 50,5 persen dari keseluruhan stok nasional, penggilingan memiliki stok sekitar 1,4 juta ton atau 22,1 persen, pedagang sekitar 800 ribu ton atau 11,9 persen, Bulog 651 ribu ton atau 9,9 persen, Horeka (hotel, restoran, café) sekitar 333 ribu ton atau 5 persen, dan Pasar Induk Beras Cipinang sekitar 37 ribu ton atau 0,6 persen.
Adapun berdasarkan Prognosa Neraca Pangan Nasional, sampai dengan akhir Desember 2022 ini stok beras nasional diperkirakan dalam posisi aman dan surplus sekitar 6,4 juta ton.
“Ke depan, untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras secara berkelanjutan agar Perum Bulog memaksimalkan pengadaan gabah dan/atau beras dalam negeri di semester I setiap tahunnya,” pungkasnya.