Batang – Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak menjadi kewajiban seluruh pihak. Termasuk para pendidik yang harus memahami hak-hak anak, demi meminimalkan terjadinya tindak kekerasan maupun pelecehan seksual, terutama di lingkungan sekolah.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Batang Utariyah Budiastuti menyampaikan, setiap anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi.
“Setelah para pendidik maupun kesiswaan memahaminya dan akan timbul kepedulian terhadap hak anak, agar tidak terjadi kasus-kasus kekerasan pada anak,” katanya, usai menjadi narasumber utama, Sosialisasi Konvensi Hak Anak dan Penerapan Sekolah Ramah Anak, di aula Disdikbud, Kabupaten Batang, Rabu (28/9).
Sebagai pendidik sudah sewajarnya untuk memberikan perlindungan, teladan bagi anak didiknya.
“Sangat ironi jika hal itu dilanggar,” ungkapnya.
Di sisi lain, terkadang anak tidak cukup memiliki keberanian untuk mengungkapkan suatu hal yang dialaminya kepada guru. Menanggapi kasus pelecehan seksual yang dilakukan guru kepada siswinya, seharusnya anak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya kepada orang dewasa yang tepat.
“Harus bicara, jangan diam. Kalau dia dapat ancaman dia bisa lari dan mengadu pada orang yang bisa melindungi,” tegasnya.
Laporan itu bisa ditindaklanjuti, baik ke pihak sekolah, kepolisian, orangtua atau langsung ke Bidang PPPA.
Pihak sekolah juga harus membentuk tim khusus untuk memberikan perlindungan terhadap anak dari kekerasan seksual dan fisik maupun perundungan.
Ia menerangkan pengawasan dapat dilakukan oleh pihak sekolah bersama pengawas sekolah. Ketika ada kasus bisa segera dilaporkan.
“Tahun 2021 lalu ada 43 kasus yang didominasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada perempuan yakni 19 kasus. Di tahun 2022 ada 27 kasus, 14 di antaranya didominasi oleh kasus kekerasan seksual,” ujar dia. (MC Batang, Jateng/Heri/Jumadi)