Batang – Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen mulai diberlakukan dengan menerapkan Kurikulum Merdeka yang mengolaborasikan antara buku cetak dan buku elektronik atau E-Book.
Kepala SMPN 3 Batang, Bambang Purwantyono mengatakan, diberlakukannya Kurikulum Merdeka justru menjadikan pendidik lebih leluasa ketika melakukan pembelajaran kepada anak didik.
"Sementara ini buku fisiknya memang belum dikirim, untuk mengatasi agar materi pembelajaran tetap tersampaikan, maka para guru berinisiatif untuk mengoptimalkan E-Book," jelasnya.
“Walaupun kemarin ada larangan bagi anak-anak untuk membawa gadget, tapi untuk sementara pelajar kelas VII boleh membawanya karena agar memudahkan proses pembelajaran,” katanya, saat ditemui, di SMPN 3 Batang, Kabupaten Batang, Senin (18/7).
Para pendidik terus berupaya mengedukasi anak didik agar terampil memanfaatkan teknologi informasi secara baik dan benar.
“Teknologi informasi yang sudah ada itu dimanfaatkan untuk mencari referensi materi pembelajaran dari berbagai platform,” jelasnya.
Ia mengakui, pelajar kelas VII masih perlu pendampingan dan bimbingan dari pendidik dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran karena belum begitu mahir layaknya kelas VIII dan IX.
“Kurikulum Merdeka ini memanfaatkan teknologi informasi, maka pihak sekolah telah menyiapkan sarana prasarana berupa ruang laboratorium komputer yang berisi 34 unit komputer, sehingga kompetensi anak terasah dalam pemanfaatan teknologi informasi,” tegasnya.
Ia memastikan, seluruh pendidik telah beradaptasi dengan kemajuan teknologi informasi dalam kegiatan belajar mengajar, sejak pembelajaran daring saat COVID-19 merebak.
“Menyikapi Kurikulum Merdeka, para pendidik dituntut aktif dalam pemanfaatan platform “Mengajar”. Di sana banyak materi dan sumber pembelajaran, sehingga guru tinggal mengembangkan saja,” tegasnya.
Bagi para peserta didik, khususnya kelas VII, merupakan transisi dari SD ke SMP, jelasnya, maka perlu edukasi agar tepat dalam pemanfaatan gawai.
“Tapi pada dasarnya mereka sudah terbiasa menggunakan gawai dalam kegiatan sehari-hari. Maka ketika diarahkan ke pengembangan teknologi informasi tidak terlalu kaget dan mudah menyesuaikan,” terangnya.
Sedangkan, Wakil Kepala Urusan Kurikulum Muhammad Yakub menerangkan, E-Book diterbitkan oleh Kemendikbud Ristek, sebelum buku cetak beredar.
Ia mengatakan, pemanfaatan gadget atau gawai untuk mendukung E-Book memang anak diperintahkan membawa ke sekolah, namun tidak diwajibkan karena belum tentu setiap siswa memiliki ponsel pintar.
“Minimal satu meja ada satu ponsel Android sebagai E-Book, bukan sebagai alat komunikasi. Ketika guru menjelaskan materi pelajaran, anak-anak bisa membacanya melalui E-Book,” ujar dia.
Ia menilai E-Book sangat bermanfaat untuk membantu anak saat mencari referensi atau menjawab tugas yang diberikan guru.
“Ketika buku cetak sudah dipinjamkan ke siswa, namun tidak menutup kemungkinan anak bisa memanfaatkannya di rumah, jadi tidak tergantung pada buku cetak,” pungkasnya.