Martapura - Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan (GTPP) COVID-19 Kabupaten Banjar mengakui bahwa tingkat kematian akibat virus orona di daerah setempat masih memprihatinkan, mengingat angkanya mencapai 6 persen. Padahal, secara rata-rata dunia, angka kematian idealnya berkisar 3 persen.
"Situasi sekarang, angka terkonfirmasi positif COVID-19 adalah 332, dengan angka sembuh 70 dan meninggal sudah 18 orang. Secara persentase, angka kematian dibandingkan dengan angka kasus mencapai 6 persen. Padahal, idealnya sesuai rata-rata dunia dan nasional, semestinya tingkat kematian hanya 3 persen. Ini perlu menjadi perhatian kita bersama, yakni agar tetap memperhatikan imbauan pemerintah, agar mejaga jarak, memakai masker dan rajin cuci tangan," ujar Wakil Ketua GTPP Banjar M Hilman, Senin (29/6).
Sebagai informasi, saat ini hanya tiga kecamatan yang masuk zona hijau yakni Kecamatan Paramasan, Cintapuri, dan Telaga Bauntung. Di zona hijau tidak ada pembatasan sosial, sementara zona kuning adalah Kecamatan Sambung Makmur, masih ada ODP dan PDP, namun tidak ada yang positif.
Sejauh ini, Kabupaten Banjar memiliki 61 ODP karena ada gejala-gejala, namun akan diupayakan agar tidak masuk ke PDP. secara bertahap, pelonggaran kegiatan masyarakat dilakukan dengan banyak masuk permohonan rekomendasi ke sekeratriat GTPP Banjar di Command Center Barokah.
"Nanti permohonan rekomendasi dilakukan pengecekan, dengan lampiran ada surat pernyataan dari pemohon untuk tetap melaksanakan protokol COVID-19, juga persyaratan pendukung seperti fasilitas cucui tangan, pembatasan jarak serta kewajiban memakai masker," ujarnya.
Sementara itu, Kadiskominfosantik Banjar Aidil Basith menambahkan, pihaknya sedang gencar melaksanakan kegiatan sosialisasi di sejumlah pasar dan juga sejumlah lokasi kegiatan yang banyak terkumpulnya massa.
"Kami memberikan pemahaman kepada warga, melibatkan Kasatbimmas Polres Banjar, kawan-kawan RAPI untuk memberikan informasi yang benar dan edukasi tentang COVID-19. Kita juga menemui ketika massa berkumpul, memberikan pencerahan, sekaligus menyerahkan buku saku kepada petugas dan ketua-ketua organisasi. Buku saku ini versi bahasa Banjar, meliputi imbauan dari Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan dan WHO yang diubah ke dalam bahasa Banjar," jelasnya.
Aidil menjelaskan, penggunaan bahasa Banjar dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman kepada warga, mengingat masih banyaknya istilah-istilah asing dalam COVID-19 ini yang tentu saja membingungkan warga.
"Istilah bahasa ini menjadi momok. Misal istilah new normal kan banyak salah kaprah. Dianggapnya sudah bisa beraktivitas seperti biasa tanpa mengindahkan penggunaan masker, tidak menjaga jarak dan lain-lain," imbuhnya.