Kediri - Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) Kota Kediri pada tahun 2021 mengalami kenaikan menjadi 3.97 (tinggi) dibanding tahun 2019 yaitu 3,91 (tinggi).
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Kediri menyebut hasil survei yang dilakukan hasil bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri ini semakin meneguhkan bahwa tagline “Harmoni Kediri” benar-benar teraktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat.
“Hasil tersebut didapat melalui pengambilan sampel di tiga kecamatan dengan responden 400 orang dengan variabel penelitian: toleransi, kesetaraan, kerjasama, dan kebijakan. Semua variabel tersebut mendapatkan angka yang tinggi dengan rincian: toleransi berada di angka 3,92; kesetaraan = 3,92; kerjasama = 3,93; dan kebijakan = 4,05” jelas Kepala Bappeda Kota Kediri Chevy Ning Suyudi.
Hasilnya: Kecamatan Pesantren memiliki indeks KUB sebesar 3,76; Kecamatan Kota 4,01; dan Kecamatan Mojoroto sebesar 4,06.
Indeks tersebut menunjukkan bahwa Kota Kediri merupakan salah satu tempat paling harmonis dari sekian kota yang ada di Indonesia. Tidak ada konflik yang timbul hingga berkembang besar, seperti yang terjadi pada daerah Indonesia lainnya.
“Dengan adanya toleransi yang besar di Kota Kediri, maka kerjasama antar umat beragama berjalan baik. Dari segi budaya, terlihat masjid, gereja, dan klenteng dibangun saling berdekatan,” jelas Chevy.
Kerukunan tersebut dapat tercapai apabila setiap umat beragama memiliki makna saling menghormati dan mengakui keberadaan hakikat dan martabat pemeluk agama, serta penganut kepercayaan terhadap Tuhan.
Menurut Chevy, terdapat banyak faktor pendukung yang mempengaruhi terbentuknya kerukanan umat beragama di Kota Kediri. Faktor-faktor tersebut adalah: sejarah, budaya, regulasi pemerintah, pemahaman dan doktrin agama, tingkat pendidikan, aktivitas sosial yang melibatkan masyarakat lintas agama, serta peran organisasi dan komunitas sosial keagamaan.
Lebih lanjut, Chevy menerangkan kerukunan umat beragama ini sangat dipengaruhi oleh situasi politik.
“Ada satu tingkat keberhasilan karena ada penentu atau tokoh-tokoh di Kota Kediri, utamanya Kepala Daerah,” sambung Chevy.
Hal yang menjadi penguat pada tercapainya kehidupan harmoni antar agama di Kota Kediri dimulai dengan dibentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pada tahun 2006. Sejak saat itu Kota Kediri selalu mewarisi figur dengan pola-pola kepemimpinan yang bisa merangkul semua kepentingan di Kota Kediri.
“Dari awal kita tidak pernah ada kejadian gesekan-gesekan terkait SARA, dan semoga kondusifitas tersebut dapat terus terjalin” tutupnya.