Demak – Kenaikan harga kedelai yang kini mencapai harga Rp12.000 per kilogram mulai dikeluhkan para pengrajin tahu dan tempe khususnya di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Terhadap dampak tersebut para pengrajin mensiasatinya dengan memperkecil ukuran produksinya.
Salah satu pengrajin tempe dari Kampung Gendingan Kecamatan Demak, Tumirah (43) mengatakan, pengaruh kenaikan kedelai sangat besar. Banyak pelanggan yang protes dengan ukuran tempenya yang diperkecil.
“Untuk mensiasati atas kenaikan harga kedelai tersebut kami memperkecil produksi tempe, jika dengan ukuran yang normal perhitungannya tidak masuk. Untuk pelanggan ya banyak yang komplen, karena ukuran berkurang dari biasanya,” kata Tumirah saat ditemui di tempat produksi tempenya.
Dirinya mengeluhkan, setelah kenaikan harga kedelai omzetnya menurun.
“Dulu sebelum harga kedelai naik produksi setiap hari mencapai 1,5 kwintal, sekarang 1,3 kwintal. Harapannya semoga harga kedelai tetap stabil jadi kami tak merugi,” terangnya.
Sementara itu, salah satu pengrajin tahu dari kampung Demunggalan Kecamatan Demak, Ari (33) mengatakan, jika kenaikan harga kedelai dari Rp9.000 per kilogram menjadi Rp 12.000 per kilogram dipicu karena gagalnya panen kedelai impor.
“Sebenarnya kalau usaha tahu tempe naik Rp10.000 sudah maksimal naiknya. Namun jika sampai Rp11.000-Rp12.000 membuat pusing. Katanya itu panen di Amerika gagal, saya juga tidak tahu, sebagai orang bawah tidak mengerti,” terangnya.
Untuk mengantisipasi kenaikan tersebut dirinya juga terpaksa memperkecil ukuran tahunnya.
“Kalau dinaikan harga, kurang tepat, apalagi dampak pandemi ini sangat luar biasa, maka kita lebih mengecilkan ukuran," ujarnya.
Ari yang juga memproduksi olahan tahu goreng mengaku kawatir dengan mahalnya minyak goreng dan kelangkaan minyak goreng bersubsidi. Sehingga dirinya beralih dari minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah agar usahanya tetap berajalan.
“Sebagai rakyat kecil kita mau usaha kecil-kecilan susah apalagi mau mengembangkan usaha. Mbok yo didukung bahan pokokknya, tidak usah murah tapi standar. Yang penting bahan pokok standar saja sudah bagus,” ujarnya.
Menanggapi kenaikan kedelai impor, Sub Koordinator Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Demak Sukisman menyampaikan, sebagai alternatif kenaikan harga kedelai para produsen tahu dan tempe dapat menggunakan kedelai lokal Indonesia. Menurutnya kualitas kedelai Indonesia sangat bagus untuk bahan baku tahu dan tempe.
“Dapat mencontoh rumah kedelai di Grobogan yang menjual tahu dan tempe berbahan kedelai Indonesia. Hasilnya bagus, tempenya lebih keras dan lebih enak. Sebenarnya itu yang bagus (tempe keras) dan kedelai lokal itu juga ‘nyanten’,” pungkasnya.