Madiun – Panen raya musim pertama 2022 di Kota Madiun resmi dimulai. Wali Kota Madiun Maidi secara simbolis memanen padi bersama kelompok tani (Poktan) Karya Mulya Kelurahan Klegen, Senin (14/2). Tidak hanya memanen padi, orang nomor satu di Kota Pendekar tersebut juga berdialog dengan petani.
Berbagai usulan pun mengemuka. Salah satunya, terkait permasalahan pupuk. Wali Kota Maidi menyebut bantuan pupuk juga digelontorkan Pemerintah Kota Madiun di luar program pupuk bersubsidi pemerintah pusat. Harapannya, kebutuhan pupuk petani tetap tercukupi sepanjang musim tanam setiap tahunnya.
"Pemerintah pusat ada pupuk bersubsidi, tetapi memang belum semua tercukupi. Nah, kita masuk untuk menutup kekurangan ini," kata Maidi.
Setidaknya, Pemerintah Kota Madiun mengalokasikan Rp1 miliar untuk bantuan pupuk setiap tahunnya. Bantuan pupuk tersebut untuk 30 kelompok tani di Kota Madiun yang sudah berbadan hukum. Bantuan pupuk tersebut biasanya direalisasikan pada musim ketiga. Hal itu menyesuaikan kondisi di lapangan. Kebutuhan pupuk bersubsidi pemerintah pusat biasanya masih mencukupi untuk musim tanam pertama dan kedua. Karenanya, pemerintah daerah hadir pada musim tanam ketiga.
"Kita tidak bisa hanya bergantung pada padi. Pertanian kita harus pertanian modern. Ini yang mulai kita lakukan kajian-kajian," jelasnya.
Maidi sengaja merinci modal petani mulai dari pupuk, bibit, sampai tenaga. Hal itu untuk melihat hasil bersih yang diterima petani. Pun, hasilnya tidak banyak. Satu hektar lahan padi hanya mengasilkan keuntungan bersih sekitar Rp1,5 juta. Itupun butuh waktunya tiga bulan. Padahal, kebutuhan produk pertanian tidak hanya padi. Wali kota mengaku tengah melakukan kajian kebutuhan produk pertanian lain yang lebih menjanjikan.
:Kebutuhan masyarakat itu kan tidak hanya beras. Ya cabai, buah, bunga untuk ziarah, dan lainnya. Sementara saat ini semua itu dipenuhi dari daerah lain. Kalau itu lebih menguntungkan, kenapa tidak kita coba sebagian lahan untuk tanaman lainnya," terangnya.
Wali kota menyebut wajar jika anak muda enggan bertani. Sebab, dalam tiga bulan hanya menghasilkan Rp1,5 juta. Sedang, UMR Kota Madiun sudah Rp1,9 juta sebulan. Oleh karena itu, Maidi ingin ada kajian hasil produk pertanian lain yang lebih menguntungkan untuk menarik minat petani muda.
"Kalau yang tua habis, sedang yang muda tidak mau bertani, habis sudah. Produk dan hasil pertanian harus menarik agar mereka yang muda mau terjun. Ini yang sudah kita pikirkan," pungkasnya sembari menyebut kebutuhan beras sudah dapat terpenuhi dari daerah sekitar.