Kota Pekalongan - Perayaan Tahun Baru Imlek merupakan sebuah momen penting khususnya bagi umat Konghucu dan Tionghoa. Namun, di tengah situasi pandemi COVID-19 saat ini yang belum usai, peringatan Tahun Baru Imlek 2573 Kongzili yang bertepatan dengan 1 Februari 2022 diharapkan dapat dilakukan dengan cara-cara sederhana sekaligus menerapkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan (prokes).
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Pekalongan Ahmad Marzuqi menyoroti masih adanya pandemi COVID-19, masyarakat yang merayakan Imlek pun diimbau tak menggelar acara yang bisa menimbulkan kerumunan.
“Imbauan dari FKUB, monggo bagi merayakan Imlek bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini, karena pandemi Covid-19 belum berakhir dengan cara mematuhi protokol kesehatan dalam setiap kegiatan keagaamaan,” tutur Marzuqi saat dikonfirmasi via telepon, Senin (31/1).
Menurutnya, FKUB sebagai wadah yang mengakomodasi semua agama termasuk didalamnya agama Khonghucu disamping agama-agama lain. Pada peringatan Imlek ini dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan toleransi di kalangan umat beragama. Mengingat, sejarah perayaan Imlek di Indonesia sangatlah panjang. Imlek ini tidak hanya sekedar aktivitas keagamaan, tetapi jika diruntut dari sejarahnya di daratan China merupakan tradisi seperti halnya di Indonesia, dimana yang merayakan Imlek ini tidak hanya orang-orang yang beragama Khonghucu, melainkan juga cenderung kepada etnis Thionghoa. Pasalnya, etnis Thionghoa yang beragama Kristen, Budha, Khonghucu juga turut merayakan dari sisi tradisi, tetapi ada sebagian terutama yang menganut Khonghucu berpendapat sebagai sebuah agama.
“Kedua-keduanya sama, oleh karena itu Perayaan Imlek ini merupakan kegembiraan luar biasa khususnya di Indonesia. Mengapa demikian? Karena tradisi Imlek ini sudah pernah dilarang selama 32 tahun oleh pemerintah pada saat era Presiden Soeharto dengan berbagai alasan sejak peristiwa G30S/PKI 1965, dimana Presiden Soeharto kala itu mengemban mandat Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar) langsung membuat aturan. Selama 32 tahun waktu itu, etnis Thionghoa betul-betul terkungkung tidak bisa mengadakan imlek, tidak ada barongsai, pernak-pernik Imlek berdominasi merah, namun baru setelah era Reformasi Presiden Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur memikirkan hak asasi manusia bisa digelar kembali,” terang Marzuqi.
Marzuqi mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek untuk seluruh warga Thionghoa apapun agamanya baik Khonghucu, Budha, Kristen, dan sebagainya yang merayakannya. Pihaknya sudah berkomunikasi dengan perwakilan etnis Khonghucu, bahwa FKUB akan menyelenggarakan acara khusus yang digelar sederhana dan terbatas yang melibatkan anggota-anggota FKUB yang berbeda-beda agama dalam perayaan Imlek bertajuk “Paora Umat Khonghucu Grumungan” yang dijadwalkan terselenggara pada Minggu, 6 Februari 2022 mendatang di Kantor Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Jalan Salak Kota Pekalongan. Hal ini dimaksudkan untuk turut serta mangayubagya sekaligus menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama tetap terjaga di Kota Pekalongan.
“Acaranya digelar dengan sederhana agar ke depan FKUB bisa lebih intens turun ke bawah dan masuk ke ruang-ruang masyarakat yang berbeda agama. Jadi, kami mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kerukunan. Kepada para pemuka agama dan masyarakat diimbau juga untuk tidak menggelar event yang dapat menimbulkan kerumunan. Kegiatan keagamaan sebisa mungkin tetap mematuhi aturan yang berlaku, yakni protokol kesehatan,” tandasnya.