Kubu Raya - Belasan pemuda di Desa Rasau Jaya Umum, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat terus berupaya mengembangkan kerajinan Tanjak atau topi tradisional Melayu berbahan kain songket atau tenun.
Semangat kreatif ini dipimpin oleh Munandar, seorang penyandang disabilitas yang juga Panglima Muda Satria Pembela Melayu Rasau Jaya (sayap Organisasi Persatuan Orang Melayu).
Munandar mengatakan, ada 15 pemuda yang ikut dalam proses pembuatan Tanjak ini. Mereka adalah kaum muda yang terdampak pandemi COVID-19.
"Mereka ini pemuda yang terdampak COVID-19. Ada yang tak lagi bisa bekerja seperti biasa. Daripada mereka hanya kumpul-kumpul tak berfaedah, makanya saya ajak mereka untuk bergabung dan berkreatif," kata Munandar, saat ditemui di markasnya, Minggu, (29/8).
Munandar bercerita, usaha pembuatan Tanjak ini belum lama digeluti. Kurang lebih, baru sebulan berjalan. Mereka mulai bergerak dari modal yang sangat minim. Tapi dilengkapi dengan semangat yang tinggi.
"Saya melihat kawan-kawan pemuda ini memiliki potensi. Saya rangkul mereka untuk bisa berkarya dari rumah, dan bisa menghasilkan uang," ujarnya.
Karena semangat itu, lama kelamaan ramainya pemesan. Modal mereka pun juga bertambah sedikit.
"Pemesan tidak hanya orang Melayu, ada juga dari saudara kita dari suku lain. Jadi, Tanjak ini bisa dipakai siapa saja. Karena kita Indonesia, berbeda tetap satu," ujarnya.
Hingga kini sudah lebih dari 50 Tanjak yang mereka ciptakan. Untuk satu Tanjak, dijual seharga Rp120 ribu. Semua jenis, sama harganya.
"Jenis Tanjak dapat dilihat dari jenis lipatannya. Harga sama, mau itu kain tenun maupun songket. Kami juga membuat pakaian satu set dengan Tanjak," jelasnya.
Saat ini, kata Munandar, mereka sedang ketiban orderan. Hanya saja, karena modal masih minim, produksi Tanjak ini dengan bahan seadanya. "Kalau semua bahan lengkap dan alat memadai, pembuatan satu Tanjak hanya memakan waktu satu jam," katanya.
Melalui ekonomi kreatif ini, kata Munandar, para pemuda berharap bisa memulihkan perekonomian keluarga yang sempat lumpuh. Memang hasil dari penjualan Tanjak ini tidak besar. Tapi, paling tidak bisa memberi pemasukkan bagi mereka yang terdampak pandemi.
"Saya yakin, lama kelamaan hasilnya akan nampak. Gerakan ini saya jadikan upaya menyelamatkan atau nemulihkan ekonomi rakyat. Siapa rakyat? Ya kita sendiri, keluarga, maupun orang-orang di sekeliling kita," katanya.
Selain dibagikan kepada pemuda-pemuda yang terlibat, sebagian keuntungan dari penjualan ini disisihkan untuk uang kas. Tabungan inilah yang nantinya bakal digunakan untuk gerakan sosial.
"Nantinya, uang kas itu bisa kami pakai untuk membantu sesama. Apalagi pandemi ini, banyak yang terdampak ekonominya," katanya.
Ternyata, bukan hanya bergelut di bidang ekonomi kreatif, pemuda-pemuda ini juga tak ketinggalan dalam hal sosial dan nasionalisme.
Seperti menyalurkan sembako kepada yang berhak, menyediakan layanan antar jemput oksigen dan gerakan sosial lainnya. Kemudian, sebelum 17 Agustus pada bulan kemerdekaan ini, mereka juga berkeliling membagikan bambu untuk tiang bendera.
"Karena kita wajib memasang bendera, maka kami bantu warga dengan menyiapkan bambu sebagai tiangnya. Bantuan sembako yang kami terima dari donatur pun, kami serahkan kembali kepada janda, anak yatim dan mereka yang berhak," tutupnya.